Nuansa Bali di Candi Cetho

Ingin melihat candi bernuansa Bali di Pulau Jawa? Berkunjunglah ke Candi Cetho. Candi Cetho terletak di lereng barat Gunung Lawu , tepatnya di Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini memiliki ukuran panjang 190 m dan lebar 30 m serta berada di ketinggian 1496 m di atas permukaan laut.


Candi ini berjarak sekitar 48 km dari pusat kota Kabupaten Karanganyar. Untuk mencapai candi ini bisa dikatakan tidak begitu sulit. Dari Yogyakarta dapat dicapai melalui Jalan Jogja – Solo menuju ke Kabupaten Karanganyar. Dari Kabupaten Karanganyar akan ada papan penunjuk arah Tawangmangu/Candi Cetho/Candi Sukuh. Ikuti saja penunjuk arah tersebut hingga sampai di pertigaan jika ke kanan arah Tawangmangu, ambil arah serong kiri (arah Candi Cetho/Candi Sukuh). Dari sini tinggal ikuti saja penunjuk arah Candi Cetho, jika bingung bisa tanya ke warga sekitar. Dari pertigaan ini harus ekstra hati-hati, karena jalan mulai menyempit, berkelok-kelok dengan tanjakan cukup curam. Semakin dekat dengan Candi Cetho, tanjakan akan semakin curam dan semakin sempit hanya bisa dilalui satu mobil, jadi jika berpapasan harus bergantian.


Sesampainya di Cetho beruntung cuaca sangat cerah sehingga kabut belum turun, meskipun sampai disana sudah sekitar jam 2.30. Matahari masih bersinar sangat cerah dan cuaca panas meskipun angin yang bertiup tetap terasa begitu dingin. Begitu melewati loket retribusi kita akan langsung disambut oleh susunan anak tangga yang cukup terjal.


Candi Cetho berlatar belakang Agama Hindu. Pola halamannya berteras dengan susunan 13 teras meninggi ke arah puncak. Bentuk bangunan berteras seperti ini mirip dengan bentuk punden berundak pada masa pra sejarah. Selama menaiki teras demi teras candi ini tengoklah sesekali ke arah bawah, kita akan menemukan pemandangan alam yang begitu memukau.


Candi Cetho didirikan pada Tahun 1397 Saka atau 1475 M. Candi ini berfungsi sebagai tempat ruwatan atau tempat untuk membebaskan dari kutukan. Tafsiran fungsi ini berdasarkan prasasti huruf jawa kuno yang terletak pada teras ketujuh serta simbol-simbol dan mitologi yang ditampilkan oleh arca-arca. Mitologi yang disampaikan berupa cerita Samudramanthana dan Garudeya.

Cerita Samudramanthana mengisahkan tentang taruhan kedua istri Kasyapa yaitu Kadru dan Winata pada pengadukan lautan susu untuk mencari air armarta atau air kehidupan. Gunung Mandara dipakai sebagai pengaduknya. Dewa Wisnu berubah menjadi seekor kura-kura dan menopang Gunung Mandara. Kadru menebak bahwa ekor kuda pembawa air amarta yang akan keluar dari lautan susu berwarna hitam, sedangkan Winata menebak bahwa ekor kuda itu berwarna putih. Ternyata kuda pembawa air amarta berwarna putih. Tetapi anak-anak Kadru yang berwujud ular menyemburkan bisanya sehingga ekor kuda tersebut berubah warna menjadi hitam. Walaupun curang, Kadru memenangkan taruhan dan Winata dijadikan budak oleh Kadru.

Cerita Garudeya mengisahkan pembebasan Winata oleh anaknya yang bernama Garudeya. Ia menemui para ular untuk membebaskan ibunya dari budak Kadru. Mereka setuju dengan syarat Garudeya bersedia menukarnya dengan air amarta. Garudeya pergi ke tempat penyimpanan air amarta yang dijaga para dewa dan menyerahkannya kepada para ular untuk ditukar dengan ibunya. Akhirnya Winata berhasil dibebaskan dari perbudakan Kadru.

Tidak jauh dari lokasi candi cetho terdapat pula Puri Saraswati dan Candi Kethek. Dari salah satu teras candi cetho kita hanya perlu berjalan beberapa meter mengikuti petunjuk yang ada.

Di Puri Saraswati kita akan menemukan patung seorang dewi berlengan empat dan sebuah sendang mata air di salah satu sisinya. Air sendangnya seger banget tapi brrrr….super dingin.


Puas menikmati keindahan pemandangan alam di area Candi Cetho, jangan lupa luangkan waktu mampir ke kebun teh di sekitar lereng Gunung Lawu untuk memanjakan mata kita dengan pemandangan yang luar biasa dan tentu saja jangan lupa berfoto di tengah kebun teh :)


Setelah puas berfoto, saatnya turun gunung alias pulang kembali ke Jogja :)

Sedikit catatan untuk yang bermaksud mengunjungi wisata candi cetho ini, kondisi kendaraan/mobil harus dipastikan dalam kondisi sehat, karena medan yang dilalui berkelok tajam dengan tanjakan yang cukup terjal dengan kemiringan kira-kira 45 derajat. Jangan kaget juga karena retribusinya berkali-kali. Setelah melalui gapura mirip pura, aka nada retribusi untuk mobil Rp 5000/mobil, kemudian ketika memasuki kawasan candi akan ada retribusi lagi Rp 3000/orang, dan terakhir parkir kendaraan Rp 3000-5000/mobil.


Karangayar, 28 Desember 2013
1 Response
  1. Anonim Says:

    wahhh menarik sekali.... :)

    Walking-walking ke blog...
    http://tengaranindah.blogspot.com/2014/08/jalan-jalan-ke-candi-cetho-cetho-temple.html

Posting Komentar

abcs